Laman

Kamis, 27 Agustus 2015

TRADISI MUAYTHAI & RITUAL



Instrumen Musik MuayThai
Seni beladiri MuayThai sampai saat ini masih terus berkembang, tetapi yang masih tidak berubah adalah penggunaan terompet dan gendang sebagai alat musik pelengkap pertandingan sebagai karakter yang unik dalam seni beladiri MuayThai.
Untuk tarian mungkin masih bisa menggunakan tape recorder, tetapi untuk MuayThai tetap menggunakan musik live. Untuk upacara ritual sebelum dan selama pertandingan, tempo music meningkat untuk meningkatkan semangat petarung agar menghasilkan penampilan yang maksimal. Ada tiga alat music untuk pertandingan:

Alat tradisional yang digunakan sebelum dan selama pertandingan adalah Pi, Ching dan Glawng Khaek.

Alat Musik Tiup “Pi”

Pi Chawa atau Terompet Jawa, dipercaya asli dari India dan dipakai oleh orang Jawa. Alat musik ini digunakan dalam acara Kerajaan, ketentaraan dan dalam acara pertanding seni pedang tradisional.
 
Alat Musik “Ching” 

 


 Ching adalah alat perkusi yang berbentuk seperti piring yang terbuat dari logam dan lebih mirip seperti tutup gelas teh. Ching dimainkan dengan cara kedua potongan logam tersebut saling dipukulkan satu sama lain. Nama “Ching” diambil dari suara yang ditimbulkan yang terdengar berbunyi”ching”.


Alat Musik “ Glawng Khaek”



“Glawng Khaek” adalah alat music berbentuk silinder yang terbuat dari kayu dengan kedua ujungnya terbuat dari kulit kambing. Alat ini lebih mirip dengan alat music tradisional Indonesia yaitu “kendang”. Suara yang dihasilkan dari kedua ujung “Glawng Khaek” tersebut menghasilkan dua nada berbeda. Salah satu nada disebut “tua pu” (laki-laki) dan nada rendah disebut “tua mia”(perempuan).
“Glawng Khaek” dimainkan dengan memukulkan telapak tangan dan jari pada kedua ujung drum tersebut dan sebagai alternative juga dapat menggunakan dua “Glawng Khaek”.


Referensi :
The Art of Fighting,

Yod Ruerngsa, Khun Kao Charuad

and James Cartmell

Rabu, 19 Agustus 2015

SEJARAH DAN TRADISI MUAYTHAI - 03

MuayThai di Periode Thonburi B.E. 2.310-2.324 (1.767 – 1.781 CE)


Patung Nai Khanom tom

Periode Thonburi dimulai pada tahun 2.310-2.324 ( 1.767-1.781 CE). Masa itu adalah pembangunan kembali setelah restorasi di masa damai. Pelatihan MuayThai merupakan hal yang utama dalam hal penyelesaian konflik antar individu selama masa perang dan atau selama wajib militer. Diadakan sebuah tournament MuayThai selama masa itu mempengaruhi bentuk tournament di masing –masing camp ditiap tiap wilayah kerajaan. Tidak ada bukti-bukti yang ditemukan mengenai aturan-aturan pertandingan, hal ini menunjukkan bahwa petarung bertarung tanpa system point yang resmi. Sehingga dipastikan pertarungan dimulai dan diakhir sampai salah satu petarung KO atau menyerah, dan pemenang memperoleh kemenangan mutlak.
Tournament dilakukan ditempat terbuka dan seringnya diarea candi. Petarung membalut tangannya, mengenakan ikat kepala atau mongkon dan amulet atau pa-pra-jiat yang diikatkan dilengan kanan.

MuayThai di Periode Ratanakosin
Era pertama kali di periode ini adalah masa pemerintahan Raja Rama I - Raja Rama IV (B.E 2.325-2.411, 1.782 – 1.868 CE).  Dimasa ini, MuayThai menjadi  Seni Beladiri National dan menjadi bagian yang penting disetiap acara perayaan/festival.
Pada era Ratanakosin, telah ditetapkan regulasi pertandingan , khususnya terkait dengan lamanya pertandingan ditiap ronde dan pengawasan waktu pertandingan untuk mencegah persekongkolan permainan curang atas waktu pertandingan. Batok kelapa dilubangi dan airnya ditampung di bak air. Ketika batok kelapa tenggelam, drum berbunyi yang menandai berakhirnya ronde. Tidak ada batasan jumlah ronde yang dijalankan , jadi petarung bertanding sampai menang mutlak atau salah satu peserta menyerah kalah.

Periode Raja Rama I
Pra Puttha Yord Fa Chula Loke, The Great (B.E. 2325-2352, 1782-1809 CE)
Raja Rama I, dilatih sebagai petarung sejak usia dini. Beliau terkesan dan tertarik dengan MuayThai serta sering menonton pertandingan MuayThai.
Pada tahun  B.E. 2331 (1788 CE), 2 orang asing dan bersaudara, berkelana keliling dunia dan berdagang, tiba di Bankok.  Sang adik, adalah petarung yang cukup baik dan sering memenangkan pertarungan dari pertarungan selama melakukan perjalanan keliling dunia. Dia memberitahukan kepada Pra YaPra Klang bahwa dia ingin bertarung melawan Petarung Thayland. Permintaan itu disampaikan kepada Raja Rama I dan setelah berkonsultasi dengan Pra Raja Wangboworn, Ketua Tinju MuayThai setuju dengan memberikan hadiah pertandingan sebesar 50 Chang (setara 4.000 Baht). Pra Raja WangBoworn menyeleksi para petarung dan terpilihlah Petarung bernama “Muen Han” untuk melawan petarung asing yang diselenggarakan di belakang Candi Permata Buddha di Istana. Arena pertandingan dibuat seluas 20 x 20 meter. Pertandingan tidak berdasarkan angka(point/score), tetapi diselenggarakan sampai diketahui pemenang menang secara mutlak.sebelum bertarung, Muen Han mengolesi tubuhnya dengan minyak herbal dan mengenakan amulets di lengan atas. Dia bawa menuju ring dengan tangan diatas bahu temannya. Ketika pertarungan dimulai, terlihat jelas petarung asing memiliki berat badan lebih berat, lebih tinggi dan lebih kuat daripada Muen Han. Ketika jarak cukup dekat , Petarung asing melakukan teknik gulat dan berusaha mematahkan leher. Untuk mencegahnya, Muen Han berusaha menendang dan menggunakan stepping kicks (tendangan yang dimulai dengan langkah 1, 2 untuk mengecoh (bukan tendangan langsung). Muen Han mencoba mengendalikan pertarungan dengan menggunakan footwork dan kecepatan. Akhirnya, petarung asing mulai kelelahan dan mulai terlihat mulai kalah. Menyadari hal tersebut, saudara dari petarung asing tersebut loncat kedalam ring untuk menolong sang adik.hal ini menyebabkan keriuhan yang menyebabkan terhentinya pertarungan. Banyak warga asing mengalami luka-luka. Dua bersaudara tersebut, setelah sembuh dari luka-luka, meninggalkan Thailand.
           
Periode Rraja Rama II
Raja Pra Buddha Lert La Napa-Lai (B.E. 2352-2367, 1809-1824 CE)
Ketika masih muda, sang raja belajar MuayThai di Camp Bang Wa Yai (Watrakangkositaram) dibawah bimbingan Master MuayThai dan Jendral Perang “Somdet Prawanarat (Tong You). Di usia 16 tahun, beliau belajar MuayThai di Departemen Boxing. Beliau merubah nama olahraga tersebut dari “Ram Mad Ram Muay” menjadi “MuayThai”.

Periode Raja Rama III
Raja Pra Nangklao (B.E. 2367-2394, 1824-1851 CE)
Raja Rama III belajar MuayThai di Departemen Tinju. Selama masa pemerintahannya, anak-anak Thailand suka bertarung, dan mereka belajar MuayThai dan Pedang Khun Ying Moe. Khun Ying Moe terkenal karena memimpin para wanita pemberani dalam invasi pasukan dari Pangeran Anuwong dari Vientienne, Laos, yang telah menyerang Kota Korat.

Periode Raja Rama IV
King Chomklao (B.E. 2394-2411, 1851-1868 CE)
Ketika masih muda, Raja Rama IV, sangat suka berpakaian ala Petarung . beliau juga menyukai seni pedang. Sering, beliau, bertarung dan mengikuti kompetisi seni pedang dan boxing selama perayaan di halaman candi Budha Permata. Di era ini, Thailand melihat pertumbuhan olahraga dan budaya dari Negara –negara barat(eropa). Maka MuayThai kembali menjadi olahraga yang popular dan menjadi symbol yang kuat sebagai budaya Thailand

Periode Raja Rama V
Raja Chulachomklao (B.E. 2411-2453, 1868-1910 CE)
Raja Rama V belajar MuayThai dengan Master Luang Pola Yotanuyoke di Departemen Tinju. Dari waktu ke waktu beliau memerintahkan aparat kerajaan untuk menyelenggarakan pertarungan dengan petinju terbaik untuknya. Beberapa turnamen diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan tenaga pengawal pribadi Kerajaan. Raja Rama V mengetahui nilai MuayThai. Beliau memerintahkan untuk mempromosikan olahraga MuayThai dan menyelenggarakan pertandingan. Beliau juga mempromosikan Muay Luang, atau pusat tinju kerajaan untuk melatih anak-anak muda. Muay Luang juga menyelenggarakan dan mengendalikan Pertandingan MuayThai. Kantor kerajaan juga mengirim undangan resmi ke Pimpinan Muay Luang untuk datang untuk berpartisipasi dalam kegiatan kenegaraan dan festival. Para juara MuayThai akan dipromosikan Sang raja untuk mengisi posisi “Muen” atau sebagai Staff Ranking I.
In B.E. 2430 (1887 CE), Raja Rama V Mendirikan Departemen Pendidikan . MuayThai masuk menjadi kurikulum dari pendidikan yang diajarkan oleh Guru olahraga disekolah-sekolah dan di sekolah kadet militer Kerajaan Prachufachomktao. Periode adalah masa keemasan dari MuayThai

Periode Raja Rama VI
Raja Mongkhut Klao Chao Yu Hua (B.E. 2453-2468, 1910-1925 CE)
Selama masa ini, Thailand mengalami Perang Dunia I. Tentara Thailand ditempatkan di Francis dengan Jendral Praya Dhepasadin sebagai Komandannya. Jendral Praya Dhepasadin mencintai MuayThai dan menyelenggarakan pertarungan untuk menghibur para pelayan Eropa. Mereka sangat menikmati pertandingan dan mulailah orang Eropa tertarik dengan MuayThai.
Di tahun B.E. 2464 (1921 AD) setelah perang, untuk pertamakalinya Stadion Tinju dibangun dibawah Stadion sepakbola di Sekolah Suan Khulab. Untuk pertama kalinya penonton dapat duduk atau berdiri disekitar ring.
Ring berbentuk persegi dengan ukuran 26 x 26 meter. Petinju membalut tangannya dengan tali katun, mengenakan ikat kepala atau mongkon, dan amulet atau pa-pra-jiat dilengan atas. Mereka mengenakan celana pendek dengan pelindung kemaluan dan pinggang diikat dengan kain panjang. Mereka tidak mengenakan baju dan sepatu. Wasit mengenakan seragam pakaian Thailand model lama dengan baju putih kerajaan dan kaoskaki putih
Pertarungan terhebat di periode ini adalah  antara Muen Mad man, umur 50 tahun dan Nai Pong Prabsabod ,  lelaki tinggi dan berumur 22 tahun yang berasal dari Korat. Si Pemuda bertarung untuk membalas dendam atas kematian ayahnya yang terbunuh dalam pertarungan dengan Muen Mad Man yang diadakan dipemakaman Khun Marupongsiripat.  Memasuki menit ke 2, Muen Mad Man KO oleh Nai Pong. Para penonton sangat senang dan ketika Mad mencoba memberikan ucapan selamat kepada Nai Pong. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menenangkan situasi pada saat itu.
Kejadian ini jelas menjadi masalah dan komite berusaha menyelesaikan permasalahan ini. Akhirnya, diputuskan bahwa ring ditetapkan lebih tinggi 4 kaki dari tanah, ditutup dengan matras dari rumput dan dikelilingi oleh tambang 1 inchi. Ada sedikit ruang untuk masing-masing petarung untuk masuk kedalam ring di sudut ring. Wasit mengenakan pakaian seragam dan ada seorang yang memantau waktu dengan menggunakan 2 petunjuk waktu. Drum digunakan disetiap pergantian ronde dan pertandingan diadakan sebanyak 11 ronde dan 3 menit tiap ronde. Pertarungan dihentikan ketika wasit memerintahkan dan saat itulah petarung dilarang menyerang. atau disaat lawat terjatuh. Musik dimainkan selama pertandingan berlangsung dan dimainkan oleh orchestra Muen Samak Saingprachit.

Periode Raja Rama VII 
Raja Pok Klaochao Yu Hua (B.E. 2468-2477, 1925-1934 CE)
Jendral Dhepasadin membangun stadion tinju dengan nama “Lak Muang di Tachang. Tahun B.E. 2472 (1929 CE) pemerintah mensyaratkan semua petinju mengenakan sarung tinju. Sarung tinju diperkenalkan pertamakali oleh petinju Philipina yang dating ke Thailand untuk pertandingan internasional. Diawal permulaan pengenalan sarung tinju, terdapat kejadian tragis dan kecelakaan yang sangat fatal ketika Nai Pae Liangpraset dari Ta sao, Provinsi Uttaradit, terbunuh oleh Nai Jia Kakamen dalam pertandingan tindung yang diadakan dengan gaya (style) Kad-Chuck dimana tangan petinju dibalut oleh kain katun.
Di bulan November B.E. 2472 (1929 CE) Chao Khun Katatorabodee organisasi tinju pertama yang mengadakan pertandingan bersama dengan penyelengara festival di taman bermain di Taman Lumpini. Hanya petinju terbaik yang dipilih untuk bertanding setiap hari sabtu. Sebagai orang terpelajar dan mendunia, beliau mengembangkan standart ring tinju internasional dengan tiga tali dan lantai dari kanvas. Ada sudut merah dan sudut biru, dua juri, dan wasit pertandingan. Disinilah pertama kali bell digunakan sebagai penanda pergantian ronde.
Untuk merayakan malam tahun baru, pertandingan dijadwalkan antara Saman Dilokwilas dan Det Poopinyae, mengiringi pertarungan puncak antara Nai Air Muangdee dan Nai Suwan Niwasawat. Nai Air Muangdee adalah petinju pertama kali yang mengenakan pelindung kemaluan yang terbuat dari besi, sejak itu digunakan secara umum.

Periode Raja Rama VIII
Raja Ananddhamahidol (B.E. 2477-2489, 1934-1946 CE)
Antara tahun B.E. 2478-2484 (1935-1941 CE), orang kaya dan terpandang membangun stadion tinju di Chao Chate dan stadion tinju itu bernama Suan Chao Chare Boxing Stadium sebagai hadiah untuk Departemen Pelatihan Kepegawaian.
Stadion dijalankan oleh militer dan menjadi ajang bisnis yang sangat baik. Sejumlah pendapatan yang diperoleh dari stadion disumbangkan untuk mendukung aktivitas militer. Setelah beberapa tahun, perang dunia kedua meletus. Disaat itulah stadion ditutup. Tentara Jepang tiba di Thailand pada tanggal 8 Desember BE 2.484 (1.941 CE)
Di tahun B.E. 2485-2487 (1942-1944 CE), ketika perang masih berlangsung, pertandingan tinju diselenggarakan di gedung bioskop di siang hari. Ada beberapa stadion tinju yaitu di Patanakarn, Ta Prachan, dan Wongwian Yai dimana masyarakat mendapat hiburan.

Pada tanggal 23 Desember, B.E. 2488 (1945 CE), Stadion tinju Ratchadamnern dibuka secara resmi. Mr. Pramote Puengsoonthorn sebagai ketua dan Praya Chindharak sebagai administrator. Promotornya adalah Mr. Chit Ampolsin (Kru Chit). Pertandingan diadakan setiap Hari Minggu dari jam 4 sore – 7 malam. Peraturan diatur oleh Departemen Pendidikan olahraga. Pertandingan selama 3-5 menit tiap ronde dengan tiap 2 menit istirahat antar ronde.petarung ditimbang dengan batu. Dua tahun kemudian berat diukur dengan satuan kilogram, dan  di tahun BE 2.491 (1.948 CE) satuan berat pounds diadopsi sebagai alat ukur berat petarung dan dijadikan sebagai standart internasional. Pembagian kelas didasarkan atas berat badan, sebagai contoh, kurang dari 112 pound. Kelompok kelas berdasarkan nama internasional seperti flyweight (kelas terbang), bantamweight (kelas bantam). Pertandingan diadakan untuk memilih juara ditiap kelas, mengikuti aturan internasional.  Banyak aturan tambahan ditambahkan dalam peraturan MuayThai. Hal ini sekarang dilarang untuk menyerang bagian terlarang sejak teknik tersebut cukup tidak terkenal sebagai bentuk serangan dan menjadi bahan perdebatan sebagai seni yang baik dari Thai boxing.

-----